HARGA POKOK PRODUKSI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia bisnis, persaingan antar perusahaan merupakan hal yang wajar. Setiap perusahaan berusaha menawarkan produk mereka dengan keunggulan masing-masing. Selain bersaing dalam hal kualitas, mereka juga bersaing dalam masalah harga, karena hanya produk dengan kualitas terbaik dan harga paling murah, yang paling diminati dan dicari oleh konsumen. Sebelum perusahaan menentukan harga jual suatu produk, perusahaan terlebih dahulu harus menghitung harga pokok produksinya. Hal ini mengingat bahwa harga jual ditentukan dengan menjumlah harga pokok produksi per unit dengan tingkat laba yang diinginkan perusahaan sehingga tanpa adanya penentuan harga pokok produksi per unit perusahaan akan mengalami kesulitan di dalam menentukan harga jual produk yang dihasilkan.
Dalam beberapa hal, keberhasilan bisnis tergantung pada informasi penentuan harga pokok produksi antara lain (Wahyuningsih, 2004):
1.      Biaya satuan produk merupakan elemen penting dalam penentuan harga jual yang wajar bagi sebuah produk. Meskipun biaya satuan produk bukanlah satu-satunya informasi yang dipakai untuk menentukan suatu harga. Apabila biaya-biaya produk tidak tertutupi oleh harganya, maka perusahaan tidak akan memperoleh laba.
2.       Informasi penentuan biaya pokok produk sering menjadi dasar dalam memperkirakan biaya-biaya yang akan datang yang biasanya dituangkan dalam sebuah anggaran, dimana anggaran tersebut digunakan sebagai alat perencanaan dalam pemakaian sumber-sumber daya yang efektif.
3.      Pengendalian kegiatan dan biaya juga difasilitasi oleh informasi biaya produk. Apabila biaya operasi terlalu tinggi dan harus dipangkas, maka biaya produk dapat dipecah ke dalam beberapa bagian, guna menentukan biaya-biaya yang dapat ditekan.
Harga pokok produksi merupakan keseluruhan biaya produksi yang terserap ke dalam setiap unit produk yang dihasilkan perusahaan. Secara umum biaya produksi dibagi menjadi tiga elemen yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi lainnya (Biaya Overhead Pabrik). Untuk pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh karakteristik proses produksi yang dihasilkan perusahaan.
Karakteristik kegiatan perusahaan menggunakan metode pengumpulan biaya produksi. Ada dua macam metode pengumpulan biaya produksi yaitu: metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan. Untuk kepentingan perencanaan laba jangka pendek, manajemen memerlukan informasi biaya yang dipisahkan menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Penentuan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu metode full costing dan variable costing. Full costing memperlakukan semua biaya produksi sebagai harga pokok (product cost) tanpa memperhatikan apakah biaya tersebut variabel atau tetap. Harga pokok produksi dengan metode ini terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik tetap dan variabel. Variable costing, hanya biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan output yang diperlakukan sebagai harga pokok. Umumnya terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel.
Ketepatan penentuan harga pokok produksi dipengaruhi oleh ketepatan di dalam pengakumulasian dan penghitungan biaya produksi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya baprik lainnya (biaya overhead pabrik). Biaya bahan baku diakumulasikan dan diperhitungkan dengan menghitung jumlah pemakaian bahan baku yang digunakan untuk memproduksi dengan harga bahan baku yang bersangkutan. Biaya tenaga kerja diakumulasikan dan diperhitungkan dengan menghitung jumlah tenaga kerja pada bagian produksi dengan jumlah waktu yang digunakan untuk mengerjakan produk serta tarif upah yang digunakan. Biaya overhead pabrik ditentukan dengan menggunakan sebuah tarif yang ditentukan di muka dan didasarkan pada dasar penentuan tarif tertentu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka kami akan menitikberatkan pada masalah utama yaitu:
1.         Biaya Overhead Pabrik apa saja yang belum dihitung?
2.        Berapa harga pokok produksi dengan pendekatan full costing dan variable costing pada pembuatan suatu produk

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.        Untuk mengetahui besarnya biaya-biaya produksi yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
2.        Untuk mengetahui penentuan harga pokok produksi dengan full costing dan variable costing

BAB II
ISI

A.    Pengertian Biaya dan Akuntansi Biaya
Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 2000: 8). Dalam arti sempit biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva (Mulyadi, 2000: 10).
Biaya adalah pengorbanan ekonomi yang dibuat untuk memperoleh barang atau jasa. Biaya adalah aliran keluar pemakaian lain aktiva atau timbulnya utang (atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha.
Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut. Fungsi utama akuntansi biaya adalah mengumpulkan dan menganalisis data mengenai biaya, baik biaya yang telah maupun yang akan terjadi. Informasi yang dihasilkan berguna bagi manajemen sebagai alat kontrol atas kegiatan yang telah dilakukan dan bermanfaat untuk membuat rencana di masa mendatang (Soemarso, 2004: 8).
Akuntansi biaya membantu manajemen dalam masalah klasifikasi biaya, yaitu proses pengelompokan biaya ke dalam kelompok tertentu menurut persamaan yang ada untuk memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan manajemen.
Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya (Mulyadi, 2000: 6). Obyek kegiatan akuntansi biaya adalah biaya. Umumnya akuntansi biaya yang diterapkan dalam perusahaan manufaktur lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang diterapkan pada perusahaan jasa. Salah satu tujuan akuntansi biaya adalah untuk menentukan harga pokok produk. Dalam menghitung biaya produksi, akuntansi biaya harus mengikuti proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Setiap tahap pengolahan bahan baku memerlukan pengorbanan sumber ekonomi, sehingga akuntansi biaya digunakan untuk mencatat setiap sumber ekonomi yang dikorbankan dalam setiap tahap pengolahan tersebut untuk menghasilkan informasi biaya produksi yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk. Menurut Mulyadi (2000), akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok adalah sebagai berikut ini:
1.      Penentuan harga pokok produk
Untuk memenuhi tujuan penentuan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan, meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya yang dikumpulkan dan disajikan adalah biaya yang terjadi di masa lalu atau historis.
2.      Pengendalian biaya
Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi bertugas untuk membantu apakah pengeluaran biaya sesungguhnya telah sesuai dengan yang seharusnya tersebut
3.      Pengambilan keputusan khusus
Akuntansi untuk pengambilan keputusan khusus menyajikan biaya masa yang akan datang (future cost). Untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam pengambilan keputusan, akuntansi biaya mengembangkan konsep informasi biaya untuk pengambilan keputusan seperti: biaya kesempatan (oportunity cost), biaya hipotesis (hypothetical cost), biaya tambahan (incremental cost), biaya terhindarkan (avoidable cost), dan pendapatan yang hilang (forgone revenue).
Sedangkan menurut Suwardjono (2003) mendefinisikan akuntansi biaya yaitu bagian dari akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan memfokuskan pada kegiatan mengakumulasikan informasi keuangan historis sebagai dasar membuat laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan pihak eksternal maupun internal (Vanderbeck, 2005). Akuntansi manajemen memfokuskan baik data keuangan maupun non keuangan, historis maupun estimasi yang dibutuhkan manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan dan melakukan perencanaan jangka panjang (Suwardjono, 2003). Tujuan klasifikasi biaya tersebut adalah sebagai berikut ini:
1.      Perencanaan laba melalui penganggaran.
2.       Pengawasan biaya melalui akuntansi pertanggungjawaban.
3.      Membantu dalam menetapkan harga jual dan kebijakan harga.
4.       Penilaian laba tahunan atau berkala termasuk penilaian persediaan.
Beberapa prosedur biaya yang harus dirancang untuk menentukan harga pokok per unit dan juga total produk. Ada beberapa keputusan penting dalam pemasaran yang dapat dipengaruhi oleh informasi biaya per unit. Adapun keputusan-keputusan penting tersebut adalah sebagai berikut ini (Van Derbeck, 2005: 4):
1.      Penentuan harga jual produk
Penghitungan biaya produksi pabrik per unit membantu dalam menetapkan harga jual. Hal ini harusnya lebih tinggi untuk menutupi biaya produksi barang, pembayaran biaya pemasaran dan administrasi, dan dalam pemberian laba.
2.      Mengatasi persaingan
Jika suatu produk dijual dengan harga yang lebih rendah oleh pesaing maka rincian informasi biaya per unit dapat digunakan secara efektif untuk menentukan masalah yang dapat diatasi dengan penurunan harga jual atau eliminasi barang.
3.      Penawaran
Dalam hal ini penting untuk penetapan harga dengan cara kontrak atau tender. Suatu analisis biaya produksi per unit yang berhubungan dengan proses produksi satu produk tertentu penting dalam menentukan harga penawaran.
4.       Penganalisaan keuntungan
Manajemen dapat menentukan jumlah laba dari masing-masing produk dan kemungkinan untuk mengeliminasi produk yang kurang menguntungkan dengan informasi biaya per unit.
Menurut Mulyadi (2000: 14) dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya dikenal konsep: ” different cost for different purposes”. Biaya dapat digolongkan menurut:
1.      Obyek pengeluaran
Dengan cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran biaya merupakan dasar penggolongan biaya.
2.      Fungsi pokok perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur mengelompokkan biaya menjadi dua yaitu:
a.       Biaya produksi, dibagi menjadi tiga kategori yaitu biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
b.       Biaya non produksi, yaitu:
1)      Biaya penjualan dan marketing, termasuk semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya marketing meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, gaji untuk bagian penjualan, biaya gudang produk jadi.
2)      Biaya administrasi meliputi biaya eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contohnya adalah kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.
3.      Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a.       Biaya langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan. Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat diidentifikasikan kepada obyek atau pusat biaya tertentu. Contohnya adalah biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung.
b.      Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan pada obyek atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa obyek atau pusat biaya. Contohnya adalah biaya overhead pabrik, gaji manajer.
4.      Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a.       Biaya variable
Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah secara proporsional terhadap perubahan tingkat aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, unit yang dijual, kilometer, jumlah bed yang digunakan, jam kerja, dan sebagainya. Contohnya adalah biaya bahan langsung, biaya listrik, telepon dan air, biaya bahan bakar. Biaya variable memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel.
2)      Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, jadi biaya satuan konstan.
b.      Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Tidak seperti biaya variabel, biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan aktivitas. Sebagai konsekuensinya, pada saat level aktivitas naik atau turun, total biaya tetap konstan kecuali jika dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar seperti perubahan harga. Contohnya adalah biaya tenaga kerja, biaya penyusutan mesin. Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.
2)      Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
c.       Biaya semivariabel (mixed cost)
Biaya semivariabel adalah biaya yang terdiri dari elemen biaya variabel maupun biaya tetap. Contohnya adalah biaya pengadaan jasa X-ray untuk pasien. Biaya semivariabel memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.
2)      Pada biaya semivariabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan dengan perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding sampai dengan tingkatan kegiatan tertentu. Semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
5.      Jangka waktu manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua: pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
a.       Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat (benefit) pada beberapa periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang. Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya satu tahun). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi (Mulyadi, 2000: 14).
b.      Pengeluaran penghasilan (revenue expenditures) adalah pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran terjadi. Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut (Mulyadi, 2000: 14).

B.     Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi (cost of good manufactured) adalah semua biaya yang untuk membuat satu unit barang jadi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik (Hanggana, 2008). Manfaat mengetahui harga pokok produksi adalah:
1.      Untuk menghitung nilai persediaan barang jadi.
2.      Untuk menghitung harga pokok penjualan.
3.      Untuk dasar menentukan harga jual.
4.      Untuk menentukan penawaran harga jual suatu kontrak penjualan.
5.      Untuk memenangkan persaingan di pasar.
Menurut Mulyadi (2000: 10) harga pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, selain itu harga pokok juga digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Namun karena pembuatan produk tersebut bertujuan mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (persediaan produk jadi), maka pengorbanan bahan baku tersebut, yang berupa biaya bahan baku, akan membentuk harga pokok produksi.
Setiap perusahaan yang dilakukan penghitungan harga pokok produk mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Adapun tujuan dari penghitungan harga pokok produk adalah:
1.      Untuk memberikan bantuan guna mendekati harga yang dapat dicapai.
2.      Untuk menilai harga-harga yang dapat dicapai atau ditawarkan dari pendirian ekonomi perusahaan itu sendiri.
3.      Untuk menilai penghematan dari proses produksi.
4.      Untuk menilai barang yang masih dikerjakan.
5.      Untuk penetapan yang terus-menerus dan anlisis dari hasil perusahaan.

C.    Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
1.      Metode harga pokok pesanan (job order costing)
a.       Pengertian
Sistem job order costing digunakan untuk perusahaan yang memproduksi bermacam produk selama periode tertentu. Sebagai contoh, perusahaan pakaian levi strauss membuat pakaian jin untuk pria dan wanita. Dalam sistem job order costing, biaya ditelusuri dan dialokasikan ke pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan harga rata-rata per unit.
b.      Karakteristik job order costing menurut Mulyadi (2000) adalah:
1)      Digunakan jika perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokoknya secara individual.
2)      Biaya produksi harus dipisahkan menjadi dua golongan pokok: biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung.
3)      Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya produksi tak langsung disebut dengan istilah biaya overhead pabrik.
4)      Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.
5)      Harga pokok per unit produk dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
2.      Metode harga pokok proses (process costing)
a.       Pengertian
Sistem process costing digunakan dalam perusahaan yang memproduksi satu jenis produk dalam jumlah besar dalam jangka panjang. Contohnya adalah produksi kertas. Prinsip dasar dari process costing adalah mengakumulasikan biaya dari operasi atau departemen tertentu selama satu periode penuh (bulanan, kuartalan, dan tahunan) dan kemudian membaginya dengan jumlah unit yang diproduksi selama periode tersebut.
b.      Karakteristik process costing menurut Subiyanto (1998) adalah:
1)      Produk diolah secara massal dalam jumlah yang cukup besar dan sesuai dengan kapasitas produksi mesin-mesin yang ada.
2)      Sifat produk yang diolah menunjukkan keseragaman antara produk yang satu dengan yang lainnya. Tingkat kesamaannya membutuhkan presisi yang tinggi sehingga sulit dibedakan antara produk yang satu dengan lainnya.
3)      Produk diolah secara terus-menerus (continuous), sehingga antara periode yang satu dengan periode yang lain tidak dibatasi oleh jarak waktu tertentu (time lag). Tiadanya jarak waktu tersebut disebabkan penghentian suatu proses produksi yang ditujukan hanya untuk menghitung harga pokok produk menjadi tidak ekonomis, justru menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan.
4)      Laporan harga pokok produksi disusun atau dihitung secara periodik. Antara periode yang satu dengan yang lainnya harus ditetapkan batasan waktu tertentu (cut off).
5)      Tujuan produksi tidak dimaksudkan untuk memenuhi permintaan khusus dari pelanggan tertentu. Produksinya dilaksanakan untuk mengisi gudang dengan mengingat permintaan pasar yang sudah diperkirakan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu. Mengingat proses produksi tidak boleh dihentikan pada setiap saat(setup costnya sangat mahal) maka manajemen harus menganggarkan jumlah yang harus diproduksi dalam jumlah waktu tertentu.

D.    Perbandingan Job Order Costing dan Process Costing
  1. Persamaan job order costing dan process costing
Persamaan antara job order costing dan process costing adalah tujuan utama dari kedua sistem tersebut adalah pembebanan biaya bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik ke produk dan memberikan mekanisme penghitungan biaya per unit. Kedua sistem menggunakan rekening yang sama termasuk overhead pabrik, bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi (Garisson, 2000: 161).
  1. Perbedaan job order costing dan process costing
a.       Pengumpulan biaya
Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen produksi per periode akuntansi (biasanya akhir bulan).
b.      Perhitungan harga pokok produk per satuan
Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok per satuan produksi yang dihasilkan dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanan telah selesai diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga pokok per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode akuntansi (biasanya akhir bulan).
c.       Klasifikasi biaya produksi
Dalam metode harga pokok pesanan, biaya produksi harus dipisahkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung. Biaya produksi langsung dibebankan kepada produk berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya produksi tak langsung dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya produksi langsung dan biaya produksi tak langsung sering tidak diperlukan, terutama jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam produk. Karena harga pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka umumnya biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi.
d.      Elemen yang digolongkan dalam biaya overhead pabrik
Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya bahan penolong serta biaya-biaya tenaga kerja (baik yang langsung maupun tidak langsung).



Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode akuntansi tertentu. Perbedaan job order costing dan process costing menurut Garrison (2000: 161) adalah sebagai berikut:
Job Order Costing
Process Costing
1.      Beberapa pekerjan yang berbeda dikerjakan dalam satu periode. Masing-masing pekerjaan memiliki spesifikasi masing-masing
2.      Biaya dikumpulkan untuk setiap pekerjaan.
3.      Kartu biaya adalah dokumen sumber yang digunakan untuk mengendalikan pengumpulan biaya suatu pekerjaan.
4.      Biaya per unit dihitung untuk setiap pekerjaan berdasarkan kartu biaya.
1.      Hanya ada satu jenis produk yang diproduksi secara kontinyu dan dalam jangka panjang. Seluruh unit bersifat identik.
2.      Biaya diakumulasikan per departemen.
3.      Laporan produksi departemen menjadi dokumen sumber yang menunjukkan pengumpulan dan disposisi biaya per departemen.
4.      Biaya per unit dihitung per departemen berdasarkan laporan produksi per departemen

E.     Unsur-Unsur Biaya Produksi
Biaya produksi yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu: biaya bahan baku (direct material), biaya tenaga kerja langsung (direct labor) dan biaya overhead pabrik (factory overhead).
1.      Biaya bahan baku
Bahan mentah menurut Hanggana (2008: 47) adalah sesuatu benda berwujud yang memiliki nilai yang digunakan untuk membuat barang jadi. Sedangkan menurut Garrison (2000: 47) mendefinisikan bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi (Mulyadi, 2005).
2.      Biaya tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung menurut Vanderbeck (2005) adalah upah yang dibayarkan kepada pekerja yang secara langsung dapat diidentifikasikan ke suatu job / barang jadi. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi, biaya ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan kepada produk tertentu. Dalam metode harga pokok proses umumnya tidak dipisahkan atau dibedakan antara tenaga kerja langsung dengan tenaga kerja tidak langsung. Apabila produk diolah menjadi satu tahapan pengolahan maka semua biaya tenaga kerja pabrik digolongkan sebagai biaya tenaga kerja. Apabila produk diolah melalui beberapa tahapan atau departemen, semua biaya tenaga kerja pada departemen produksi digolongkan sebagai biaya tenaga kerja, sedangkan tenaga kerja departemen pembantu dimasukkan sebagai biaya overhead pabrik.
3.      Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang elemennya dapat digolongkan ke dalam:
a.       Biaya bahan penolong, biaya bahan penolong adalah biaya yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan harga pokok produk tersebut.
b.       Biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung terdiri atas upah, tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung.
c.        Reparasi dan pemeliharaan, berupa biaya suku cadang, biaya bahan habis pakai, dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan bangunan pabrik, mesin-mesin, equipment, dan aktiva tetap lainnya yang digunakan untuk keperluan pabrik.
d.      Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap. Biaya ini terdiri dari biaya-biaya depresiasi emplasement pabrik, bangunan pabrik, mesin, equipment, alat kerja, dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.
e.       Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, antara lain biaya asuransi gedung dan emplasement, asuransi mesin, equipment, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan, dan amortisasi kerugian trial-run.
f.       Biaya overhead lain-lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai, antara lain adalah biaya listrik dan air, biaya telepon dan sebagainya.
Apabila perusahaan memiliki departemen pembantu di dalam pabrik semua biaya departemen pembantu merupakan elemen biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling komplek dan tidak dapat diidentifikasi pada produk jadi, maka pengumpulan biaya overhead pabrik baru dapat dilaksanakan pada akhir periode. Penentuan tarif biaya overhead pabrik dilaksanakan melalui tiga tahap:
a.       Menyusun anggaran biaya overhead pabrik
Dalam menyusun anggaran biaya overhead pabrik harus memperhatikan tingkat kegiatan (kapasitas) yang akan dipakai sebagai dasar penaksiran biaya overhead pabrik. Ada tiga macam kapasitas yang dapat dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran biaya overhead pabrik:
1)      Kapasitas teoritis adalah kapasitas pabrik atau suatu departemen untuk menghasilkan produk pada kecepatan penuh hanya berhenti selama jangka waktu tertentu. Kapasitas praktis adalah kapasitas teoritis dikurangi kerugian-kerugian waktu yang tidak dapat dihindari karena hambatan-hambatan intern perusahaan.
2)       Kapasitas normal adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi dan menjual produknya dalam jangka panjang.
3)       Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan adalah kapasitas sesungguhnya yang diperkirakan akan dapat dicapai dalam tahun yang akan datang.
b.      Memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk.
Setelah menyusun anggaran biaya overhead pabrik, langkah selanjutnya adalah memilih dasar untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada produk. Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk pengumpulan biaya overhead pabrik kepada produk (Mulyadi, 2000: 17), antara lain:
1)      Satuan produk
Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan langsung membebankan biaya overhead pabrik kepada produk.
2)      Biaya bahan baku
Jika biaya overhead pabrik yang dominan bervariasi dengan nilai bahan baku, maka dasar yang dipakai untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada produk adalah biaya bahan baku yang dipakai.
3)      Biaya tenaga kerja langsung
Jika sebagian besar elemen biaya overhead pabrik mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah upah tenaga kerja langsung, maka dasar yang dipakai untuk membebankan biaya overhead pabrik adalah biaya tenaga kerja langsung.
4)      Jam tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik bervariasi dengan waktu untuk membuat produk, maka dasar yang digunakan untuk membebankan adalah jam tenaga kerja langsung.
5)      Jam mesin
Apabila biaya overhead pabrik bervariasi dengan waktu penggunaan mesin, maka dasar yang dipakai untuk membebankannya adalah jam mesin.
c.       Menghitung tarif biaya overhead pabrik setelah tingkat kapasitas yang akan dicapai dalam periode anggaran ditentukan, dan anggaran biaya overhead pabrik telah disusun, serta dasar pembebanannya telah dipilih dan diperkirakan, maka langkah terakhir adalah menghitung tarif biaya overhead pabrik dengan rumus sebagai berikut:

                        tarif BOP =     BOP yang dianggarkan          x    100%
                   taksiran dasar pembebanan

Dalam pemilihan dan penentuan dasar pembebanan biaya overhead pabrik harus dilakukan dengan tepat. Karena ketepatan penentuan dasar tarif biaya overhead pabrik menentukan ketepatan harga pokok produksi. Dalam memilih dasar pembebanan yang akan dipakai, tujuan utamanya adalah untuk membebankan biaya overhead pabrik dengan dalil dan teliti, untuk itu harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1)      Penyebab fluktuasi pembebanan biaya overhead pabrik
Apabila perubahan biaya overhead pabrik misalnya banyak dipengaruhi jam mesin dapat digunakan dasar jam mesin, tetapi bila perubahan banyak dipengaruhi bahan baku dapat digunakan dasar biaya bahan baku.
2)      Kebebasan dari dasar yang dipakai
Apabila digunakan dasar pembebanan atas dasar persentase tertentu dari biaya, atau nilai jual, kenaikan harga biaya atau harga jual yang dipakai dasar berakibat biaya overhead pabrik yang dibebankan menjadi bertambah, meskipun harga biaya overhead pabrik yang dibebankan tidak bertambah, hal ini menunjukkan kebebasan dasar yang dipakai terhadap harga yang tidak berhubungan.
3)      Memadai untuk mengendalikan
Dasar yang dipakai hendaknya memadai untuk dipakai sebagai dasar pengendalian biaya overhead pabrik, oleh karena itu dasar yang dipakai harus menggambarkan tingkat variabilitas.
4)      Mudah dan praktis untuk dipakai
Apabila terhadap dua atau lebih dasar pembebanan yang memenuhi faktor-faktor tersebut diatas, dasar yang dipilih adalah yang mudah dan praktis dipakai.

F.     Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan harga pokok  produksi dengan tujuan untuk melakukan penilaian persediaan dan penentuan harga pokok penjualan. Dua pendekatan itu yaitu absorption costing atau disebut juga full costing dan variable costing atau juga sering disebut direct costing atau marginal costing (Garrison, 2000: 302). Dua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Absorption Costing (Full Costing)
Absorption costing memperlakukan semua biaya produksi sebagai harga pokok (product cost) tanpa memperhatikan apakah biaya tersebut variable atau tetap. Harga pokok produksi dengan metode absorption costing terdiri dari bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik tetap dan variabel. Karena absorption costing meliputi seluruh biaya produksi sebagai harga pokok, metode ini juga disebut metode full costing.
2.      Variable Costing
Dengan menggunakan variable costing, hanya biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan output yang diperlakukan sebagai harga pokok. Pada umumnya terdiri dari bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik variabel. Variable costing juga sering disebut direct costing atau marginal costing.

G.    Perbedaan Metode Full Costing dan Variable Costing
1.      Ditinjau dari Sudut Penentuan Harga Pokok Produk
a.       Metode Full Costing
Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Metode ini menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual. Jadi biaya overhead pabrik yang terjadi, baik yang berperilaku tetap maupun yang variabel, masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada persedian) sebelum persediaan tersebut dijual. Absorption costing (full costing)
Biaya bahan baku                                xxx
Biaya tenaga kerja langsung               xxx
Biaya overhead pabrik variable           xxx    +
Total biaya produksi variabel               xxx
Biaya overhead tetap                          xxx    +
Harga produk per unit                          xxx

b.      Metode Variable Costing
Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai elemen harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian biaya overhead pabrik tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.
Variable costing
Biaya bahan baku                                xxx
Biaya tenaga kerja langsung               xxx
Biaya overhead pabrik variabel           xxx    +
Harga produk per unit                         xxx

2.      Ditinjau dari Sudut Penyajian Laporan Laba Rugi
Perbedaan pokok antara metode full costing dengan variable costing adalah terletak pada klasifikasi pos-pos yang disajikan dalam laporan laba rugi tersebut. Laporan laba rugi yang disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian elemen-elemen biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi-fungsi pokok yang ada dalam perusahaan. Sedangkan metode variable costing lebih menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
3.      Perbandingan dampak metode absorption costing (full costing) dan variable costing terhadap laba ( Hansen, 2000: 164 )
Hubungan antara produksi dan penjualan
Dampak terhadap persediaan
Hubungan antara laba dengan metode full costing dan variable costing
Produksi = penjualan
Tidak ada perubahan persediaan
Laba bersih full costing = laba bersih variable costing
Produksi > penjualan
Persediaan meningkat
Laba bersih full costing > laba bersih variable costing
Produksi < penjualan
Persediaan menurun
Laba bersih full costing
< laba bersih variable
costing
a.       Pada saat produksi dan penjualan sama, laba bersih yang dihasilkan sama tanpa dipengaruhi oleh metode yang digunakan. Dengan menggunakan full costing, seluruh biaya overhead pabrik tetap dibebankan ke unit produk sebagai bagian dari harga pokok penjualan. Oleh karenanya dengan metode manapun, jika produksi sama dengan penjualan (tidak ada perubahan dalam persediaan), seluruh biaya overhead pabrik tetap yang terjadi pada tahun tersebut akan dimasukkan dalam laporan laba rugi sebagai beban, sehingga laba bersih dengan kedua metode tersebut hasilnya sama.
b.      Pada saat produksi melebihi penjualan, laba bersih yang dilaporkan dengan menggunakan full costing biasanya lebih tinggi daripada laba bersih yang dilaporkan dengan menggunakan variable costing. Hal ini terjadi karena dengan menggunakan full costing, sebagian biaya overhead pabrik tetap pada periode tersebut ditangguhkan dalam persediaan. Dengan menggunakan variable costing, seluruh biaya overhead pabrik tetap akan dibebankan langsung sebagai pengurang pendapatan pada periode tersebut.
c.       Pada saat produksi lebih rendah daripada penjualan, laba bersih yang dilaporkan dengan metode full costing lebih rendah daripada laba bersih yang dilaporkan dengan menggunakan metode variable costing. Hal ini terjadi karena ada persediaan yang diterima dari tahun sebelumnya dan biaya overhead pabrik tetap yang sebelumnya ditangguhkan dalam persediaan berdasarkan metode full costing dikeluarkan dan ditandingkan dengan pendapatan.
d.      Setelah beberapa periode, laba bersih yang dilaporkan dengan menggunakan metode full costing dan variable costing akan cenderung sama. Alasannya adalah bahwa dalam jangka panjang, penjualan tidak mungkin melebihi produksi ataupun produksi melebihi penjualan. Dalam jangka pendek, laba rugi akan cenderung berbeda.

H.    Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Full Costing dan Variable Costing
1.      Dalam perencanaan laba jangka pendek
Untuk kepentingan perencanaan laba jangka pendek, manajemen memerlukan informasi biaya yang dipisahkan menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan, sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam pengambilan keputusannya. Oleh karena itu, metode variable costing yang menghasilkan laporan rugi-laba yang menyajikan informasi biaya variabel yang terpisah dari informasi biaya tetap dapat memenuhi kebutuhan manajemen untuk perencanaan laba jangka pendek.
2.      Dalam pengendalian biaya
Variable costing menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengendalikan period costs dibandingkan informasi yang dihasilkan oleh full costing. Dalam full costing biaya overhead pabrik tetap diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik dan dibebankan sebagai unsur biaya produksi sehingga manajemen kehilangan perhatian terhadap period costs (biaya overhead pabrik tetap) tertentu yang dapat dikendalikan. Di dalam variable costing, period costs yang terdiri biaya yang berperilaku tetap dikumpulkan dan disajikan secara terpisah dalam laporan rugi-laba sebagai pengurang terhadap laba kontribusi. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan: discretionary fixed costs dan committed fixed costs. Discretionary fixed costs merupakan biaya yang berperilaku tetap karena kebijakan manajemen sehingga dapat dikendalikan oleh manajemen. Contohnya biaya iklan. Committed fixed costs merupakan biaya yang timbul dari pemilikan pabrik, equipment dan organisasi pokok. Biaya ini merupakan semua biaya yang tetap dikeluarkan, yang tidak dapat dikurangi guna mempertahankan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tujuan jangka panjang perusahaan. Dalam jangka pendek committed fixed costs tidak dapat dikendalikan oleh manajemen. Contohnya biaya depresiasi, sewa, asuransi, dan gaji karyawan inti. Dengan dipisahkannya biaya tetap dalam kelompok tersendiri dalam laporan rugi-laba variable costing, manajemen dapat memperoleh informasi discretionary fixed costs terpisah dari committed fixed costs, sehingga pengendalian biaya tetap dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh manajemen.
3.      Dalam pengambilan keputusan
Variable costing menyajikan data yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan jangka pendek. Dalam pembuatan keputusan jangka pendek yang menyangkut mengenai perubahan volume kegiatan, period costs tidak relevan karena tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan. Variable costing khususnya bermanfaat untuk penentuan harga jual jangka pendek. Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara full costing dan variable costing adalah terletak pada konsep penutupan biaya (concept of cost recovery). Menurut metode full costing, harga jual harus dapat menutup total biaya, termasuk biaya tetap didalamnya. Di dalam metode variable costing, apabila harga jual tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali.
Kelemahan-kelemahan metode variable costing adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2000: 407):
1.      Pemisahan biaya-biaya ke dalam biaya variabel dan tetap sebenarnya sulit dilaksanakan, karena jarang sekali suatu biaya benar-benar variabel atau benar-benar tetap. Suatu biaya digolongkan sebagai suatu biaya variable jika asumsi berikut ini dipenuhi:
a.       Bahwa harga barang atau jasa tidak berubah. Misalkan konsumsi solar untuk diesel listrik tergantung pada kegiatan pabrik, maka biaya solar adalah biaya variabel dengan asumsi harga belinya tidak berubah, karena apabila berubah harganya, maka biaya bahan bakar tersebut tidak lagi berubah sebanding dengan perubahan kegiatan produksi.
b.      Bahwa metode dan prosedur produksi tidak berubah-ubah.
c.       Bahwa tingkat efisiensi tidak berfluktuasi.
Sedangkan biaya tetap dapat dibagi menjadi dua kelompok:
a.       Biaya tetap yang dalam jangka pendek dapat berubah, misalnya gaji manajer produksi, pemasaran, keuangan, serta gaji manajer akuntansi.
b.      Biaya tetap yang dalam jangka panjang konstan, misalnya biaya depresiasi dan sewa kantor yang dikontrakkan untuk jangka panjang.
2.      Metode variable costing dianggap tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim, sehingga laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum harus dibuat atas dasar metode full costing.
3.      Dalam metode variable costing, naik turunnya laba dihubungkan dengan perubahan-perubahan dalam penjualan. Untuk perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat musiman, variable costing akan menyajikan kerugian yang berlebih-lebihan dalam periode-periode tertentu, sedangkan dalam periode lainnya akan menyajikan laba yang tidak normal.
4.      Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan dan harga pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk tujuan-tujuan analisis keuangan.

I.       SIMULASI APLIKASI PERHITUNGAN HARGA JUAL PRODUK
Untuk memberikan gambaranyang lebih jelas, berikut ini diberikan contoh penentuan harga jual berdasarkan konsep biaya total seperti telah diuraikan di atas. Jumlah X yang diproduksi atau dijual 10.000 unit Biaya variabel per unit: - Biaya bahan baku Rp 120,00 - Biaya tenaga kerja 400,00 - Biaya overhead pabrik 60,00 - Biaya pemasaran 40,00 - Biaya administrasi dan umum 20,00 Biaya tetap: - Biaya overhead pabrik Rp 2.000.000,00 - Biaya pemasaran 600.000,00 - Biaya administrasi dan umum 200.000,00 Laba yang dikehendaki (return) sebesar 20% dari jumlah aktiva yang digunakan sebesar Rp 20.700.000.000,00. Tampilan Input data diatas ke Sistem (Setelah semua data ter-input, maka klik button ”Proses Analisa”)
1.      Berdasarkan data tersebut diatas, penentuan harga jual produk X dengan menggunakan konsep biaya total adalah sebagai berikut:
(a)    Biaya Produksi: - Biaya bahan baku 10.000 x Rp 120,00 = Rp 1.200.000,00 - Biaya tenaga kerja 10.000 x Rp 400,00 = 4.000.000,00 - Biaya overhead pabrik (10.000 x Rp 60,00) + Rp 2.000.000,00 = 2.600.000,00. Jadi Biaya produksi Rp 7.800.000,00
(b)   Biaya total : - Biaya produksi Rp 7.800.000,00 - Biaya pemasaran (10.000 x Rp 40,00) + Rp 600.000,00 = 1.000.000,00 - Biaya administrasi & umum (10.000 x Rp 20,00) + Rp 200.000,00 = 400.000,00. Jadi, Biaya total Rp 9.200.000,00
(c)    Biaya per unit = Rp 9.200.000,00 / 10.000 = Rp 920,00
(d)   Laba yang dikehendaki = 20% x Rp 20.700.000,00 = Rp 4.140.000.,00 
(e)     ‘Markup’ per unit = 45% x Rp 920,00 = Rp 414,00
(f)    Harga jual per unit = Rp 920,00 + Rp 414,00 = Rp 1.334,00 
2.      Tampilan Hasil Perhitungan Sistem Konsep Biaya Produk Persentase ' markup' = (Rp 4.140.000,00 + Rp 1.000.000,00 + Rp 400.000,00) / Rp 7.800.000,00 x 100 % = 71,03 %. Berikut ini adalah perhitungan harga jual menurut konsep biaya variabel dengan menggunakan data dari contoh 6.1. - Biaya bahan baku Rp 1.200.000,00 Biaya tenaga kerja 4.000.000,00 Biaya overhead pabrik variabel 600.000,00 Biaya pemasaran variabel 400.000,00 Biaya administrasi dan umum variabel 200.000,00 Total biaya variabel = Rp 6.400.000,00 - ‘Markup’ Laba yang dikehendaki Rp 4.140.000,00
3.      Biaya overhad pabrik tetap 2.000.000,00 Biaya pemasaran tetap 600.000,00 Biaya administrasi dan umum tetap 200.000,00 - Persentase ‘Markup’ = (Rp 6.940.000,00 / Rp 6.400.000,00) ´ 100% = 108,44% - Biaya variabel per unit = Rp 6.400.000,00 / 10.000 = Rp 640,00 ‘Markup’ per unit = 108,44% x Rp 640,00 = Rp 694,00 Tampilan Hasil perhitungan Sistem ( Khusus biaya produk >> input data Biaya produksi, Biaya Pemasaran dan Biaya Adm dan Umum >> kemudian klik Button “Proc. Biaya produk”)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Konsep penentuan harga pokok suatu produk dimulai dari perhitungan biaya dan akuntansi biaya dimana pada prosesnya bertujuan sebagai penentu harga pokok produk, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan khusus.
Sementara Harga pokok produksi (cost of good manufactured) adalah semua biaya yang untuk membuat satu unit barang jadi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik (Hanggana, 2008). Menurut Mulyadi (2000: 10) harga pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, selain itu harga pokok juga digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Namun karena pembuatan produk tersebut bertujuan mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (persediaan produk jadi), maka pengorbanan bahan baku tersebut, yang berupa biaya bahan baku, akan membentuk harga pokok produksi




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Marger & Akuisisi

SEJARAH REVOLUSI INDUSTRI DAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Noun Clause